TEORI TANGTANGNA DAN TANGGAPAN
Teori Siklus Arnold Toynbee
Arnold Joseph Toynbee lahir pada 14 April 1889, yaitu seorang sejarawan Inggris yang dua belas analisis volume naik dan turunnya peradaban, Lahir di London, Arnold J. dididik di Winchester College dan Balliol College, Oxford. Ia memulai karir mengajar di Universitas yang sam yaitu di Balliol College di tahun 1912, dan setelah itu memegang posisi di King's College London (sebagai Profesor Modern Sejarah Yunani dan Bizantium), di London School of Economics dan Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Chatham. Beliau adalah Direktur Studi di RIIA antara 1929 dan 1956. Arnold Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan dan kematian. Toynbee lebih menekankan pada masyarakat atau peradaban sebagai unit studinya Peradaban muncul berdasarkan perjuangan mati-matian. Peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan, bukan karena menempuh jalan yang terbuka .
Arnold J. Toynbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Teori Toynbee didasarkan atas penelitian terhadap 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. 21 kebudayaan yang sempurna. Kesimpulan Toynbee ialah bahwa gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-keudayaan dengan pasti. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan seperti berikut :
a. genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan b. growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan c. decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan: 1. breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan 2. disintegration civilization, yaitu kehancuran kebudayaan 3. dissolution of civilization, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, karena challenge and response atau tantangan dan jawaban antara manusia dengan alam sekitarnya). Dalam alam yang baik manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan seperti di Eropa, India, Tiongkok. Di daerah yang terlalu dingin seolah-olah manusia membeku (Eskimo), di daerah yang terlalu panas tidak dapat timbul juga suatu kebudayaan (Sahara, Kalahari, Gobi), maka apabila tantangan alam itu baik timbullah suatu kebudayaan.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan. Jumlah kecil itu menciptakan kebudayaan dan jumlah yang banyak (mayoritas) meniru keudayaan tersebut. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang. Apabila minoritas lemah dan kehilangan daya mencipta, maka tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Minoritas menyerah, mundur, maka pertumbuhan kebudayaan tidak ada lagi. Apabila kebudayaan sudah memuncak, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam 3 masa, yaitu:
a. kemerosotan kebudayaan, terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaannya, maka mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
b. kehancuran kebudayaan mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atau kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati dan mejadi fosil.
c. lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.