Sabtu, 22 Juni 2013

teori tindakan/ Action theory


5. Teori tindakan / Action theory
Sering kita memikirkan latar belakang apa yang membentuk sikap dan tingkah laku seseorang; mengapa orang melakukan ini—atau itu; dan memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang. Ketika sikap dan perilaku seseorang berubah, kita berpikir alasan apa yang ada di balik perubahan itu. Kita juga sering menilai perilaku seseorang sebagai perilaku yang baik atau buruk hanya melalui apa yang terlihat. Padahal, dalam melakukan sesuatu dan bertindak, orang pasti memiliki alasan di baliknya. Hal ini dijelaskan dengan sebuahteori yang bernama Reasoned Action Theory atau Teori Tindakan Beralasan.Teori Tindakan Beralasan (Reasoned Action Theory) dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen sebagai pengembangan dari teori informasi terintegrasi (Ajzen & Fishbein, 1980; Fishbein & Ajzen, 1975). Dalam teori ini, ada dua perubahan yang bernilai penting. Pertama, dalam proses persuasi, teori ini memberikan elemen tambahan yaitu tujuan tingkah laku yang dilakukan. Teori tindakan beralasan lebih mengkonsentrasikan pada penyampaian tujuan tingkah laku secara eksplisit, bukan memprediksi perilaku apa yang akan dilakukan seseorang selanjutnya.Yang kedua adalah teori tindakan beralasan menggunakan dua elemen, yaitu sikap-sikap dan norma (atau apa yang di masyarakat) untuk memprediksi tingkah laku seseorang.  Ketika seseorang mengarahkan kita untuk melakukan suatu hal, dan kita ingin melakukannya, tetapi ada norma yang tidak menyarankannya dengan cara yang sama, maka kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku kita. Contoh, Hanna ingin membaca buku berjudul How To Kill a Mockingbird, tetapi saya merasa buku tersebut terlalu kekanakan dan sedikit membosankan. Di sini Hanna akan dihadapkan oleh alternatif untuk membaca karena ia memang menginginkannya atau mengikuti referensisayayang menyatakan bahwa buku tersebut tidak begitu memuaskan.Secara khusus, reasoned action theory dapat menjelaskan bahwa tingkah laku dapat terjadi karena dua hal, yaitu sikap kita (attitudes) dan norma subjektif (subjective norms) yang kita yakini. Dalam aspek sikap, ada dua komponen yang dibahas. Fishbein dan Ajzen menyebutnya sebagai evaluasi dan kekuatan dari rasa kepercayaan. Komponen yang kedua adalah kepercayaan normatif dan dorongan dari diri kita untuk mematuhi norma terkait. Kepercayaan normatif ini berkaitan dengan apa yang saya pikir orang-orang harapkan dari saya. Sedangkan dorongan untuk mematuhinya bertolak dari seberapa penting bagi saya untukmelakukan apa yang orang-orang harapkan saya lakukan.Ada beberapa pilihan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Berikut beberapa strategi yang diadaptasi dari information integration theory:
a.      Menguatkan kekuatan dari kepercayaan dalam bersikap yang mendukung tujuan persuasif.
b.      Menguatkan evaluasi sikap yang mendukung tujuan persuasif.
c.       Melemahkan (mengurangi kekuatan) dari kekuatan kepercayaan dalam bersikap yang berlawanan dari tujuan persuasif.
d.      Melemahkan evaluasi sikap untuk mendukung tercapainya tujuan persuasif.
e.      Membuat perilaku baru dengan kekuatan rasa percaya dan evaluasi yang mendukung tercapainya tujuan persuasif.
f.        Mengingatkan khalayak mengenai sikap yang terlupakan dengan kekuatan rasa percaya dan evaluasi yang mendukung tercapainya tujuan persuasif. Contoh, ketika ingin mempengaruhi sikap teman dekat, misalnya pada seorang teman bernama Bob ketika ia ingin pergi ke bioskop: Bob memiliki sikap positif pada film berjudul ‘Trust’ yang akan ia tonton karena mendengar bahwa film itu bagus, kita bisa meningkatkan rasa percayanya dengan mengatakan “Film itu memang sangat bagus, semua orang menyukainya,” atau mengevaluasi agar ia terpengaruh dengan mengatakan “Tak usah kau tonton, Bob. Filmnya membuat saya mengantuk.” Namun jika Bob memiliki sikap awal yang negatif untuk pergi ke bioskop karena berpikir bioskopnya jelek dan sudah tua, kita bisa mempengaruhinya dengan mengatakan bahwa bioskopnya sudah direnovasi atau mengevaluasinya dengan mengatakan bahwa yang terpenting adalah filmnya, bukan bioskopnya. Kita juga bisa menambahkan informasi baru seperti soundtrack film Trust dibawakan oleh band yang Bob sukai.Sikap yang kita lakukan dalam hidup tentu bertolak dari berbagai hal dalam diri kita, seperti pengalaman di masa lampau dan kemampuan untuk menyerap berbagai informasi. Aspek penting dalam bersikap berkaitan dengan teori tindakan beralasan adalah apakah sikap (attitudes) yang dilakukan bernilai positif, negatif, atau netral (biasa saja). Contoh, jika saya percaya bahwa memakai kondom dalam berhubungan seks adalah penting, maka ketika saya memakai kondom dalam berhubungan seks saya akan merasa bahwa apa yang saya lakukan adalah benar. Sikap tersebut dapat dikatakan positif. Berkebalikan dengan itu, jika saya meyakini penggunaan kondom tidak penting dan tidak memuaskan, dan saya memakai kondom dalam berhubungan maka itu menyalahi apa yang saya yakini dan dapat dianggap sikap yang negatif.Norma subjektif dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak sesuai pengaruh kelompok atau bagaimana biasanya kelompok bersikap dan bertingkah laku. Contoh lain adalah ketika seseorang merokok di usia muda ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. Orang-orang di sekitarnya merasa resah dan memintanya untuk berhenti merokok. Mau tidak mau dia akan terpengaruh norma sekitarnya, meski mungkin sulit untuk benar-benar berhenti merokok.Dengan berfokus pada sikap dan norma, teori tindakan beralasan menyediakan sudut pandang baru dalam mengidentifikasi dan mengukur alasan seseorang dalam melakukan sesuatu. Teori ini dinamakan teori alasan bertindak karena menekankan pemahaman pada alasan yang ada, bukan pada kepercayaan apakah tindakan yang dilakukan adalah benar atau tidak benar.Dalam teori ini juga dibahas mengenai situasi dan faktor-faktor yang dapat membatasi pengaruh dari sikap dan tingkah laku. Misalnya, ketika seorang perempuan ingin diajak pergi kencan oleh pacarnya, tetapi si lelaki sedang tidak memiliki uang, maka kekurangan uang itulah yang kemudian menghambat mereka untuk pergi berkencan. Bagaimanapun juga, teori tindakan beralasan memprediksikan tujuan tingkah laku dan bagaimana menyeimbangkan antara saat mana yang tepat untuk berhenti memprediksi sikap dan benar-benar memprediksi tingkah laku.Semakin kita mengerti mengenai perilaku dan norma yang telah dilakukan orang beserta alasannya, semakin akurat pemikiran kita dalam mendesain atau mengarahkan seseorang untuk berperilaku lebih baik lagi. Bisa dengan mengubah perilaku seseorang atau mengajarinya norma-norma baru.Teori ini sangat relevan dengan kehidupan dan dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti memprediksikan perilaku konsumen, pemilihan suara untuk partai, dan lain-lain. Menurut O’Keefe tahun 1990, penelitian mengenai teori ini menunjukkan bahwa faktor yang ada dalam elemen sikap lebih kuat dan lebih menentukan dibandingkan faktor dari norma subjektif. Sikap-sikap secara umum menjadi faktor yang lebih mempengaruhi tindakan perilaku yang beralasan. Bagaimanapun, teori tindakan beralasan ini menjelaskan banyak penyebab mengapa sikap tidak dapat dihasilkan dalam perilaku yang diekspektasi.

 BIBLIOGRAPHY Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Lezin, N. (n.d.). Theory of Reasoned Action (TRA). Retrieved from http://recapp.etr.org/recapp/index.cfm?fuseaction=pages.TheoriesDetail&PageID=517
Sheppard, B., Hartwick, J., & Warshaw, P. R. (1998). The Theory of Reasoned Action. A Meta-Analysis of Past Research with Recommendations for Modifications and Future Research. Journal of Consumer Research , 325-343.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar